20 Agustus 2020

JANGGELAN SUPER

produksi janggelan yang super dari para petani desa gonggang yang saat ini telah di tampung saudara bpk nur suhud dan ibu suminah yang beralamat di dukuh kopen desa gonggang Budidaya janggelan kian menjanjikan keuntungan. Permintaan tanaman ini terus meningkat di pasar. Selain menjadi bahan pokok untuk memproduksi cincau hitam, daun janggelan juga bisa dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Omzet usaha ini bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan. Tanaman janggelan mungkin masih asing di telinga masyarakat. Namun, jika menyebut nama cincau hitam, mungkin hampir semua kalangan mengenal makanan ini. Nah, asal tahu saja, daun janggelan merupakan bahan pokok yang digunakan untuk memproduksi cincau hitam. Lantaran kaya akan serat, tanaman ini juga dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti demam, sakit perut, diare, batuk, gangguan pencernaan, serta penyakit darah tinggi. Selain di Indonesia, khasiat daun ini juga sudah kesohor hingga ke Filipina, Taiwan, China, dan Korea. Tak heran, daun janggelan juga banyak diekspor ke negara-negara tersebut. Itu juga yang membuat permintaan daun janggelan terus meningkat dari tahun ke tahun. Alhasil, budidaya tanaman ini kian menjanjikan keuntungan lumayan besar. Salah satu pembudidaya janggelan adalah Dudi Iskandar, pemilik usaha Wira Abadi di Tangerang, Banten. Ia membudidayakan tanaman ini di daerah asalnya di Wonogiri, Jawa Tengah Selain budidaya, ia menjadi pedagang pengumpul (pengepul) daun janggelan, dengan menampung hasil panen petani di Karang Tengah, Wonogiri. Kebetulan Wonogiri merupakan salah satu penghasil daun janggelan terbesar di Indonesia. Dalam sebulan, ia mampu menjual daun janggelan sebanyak 15 ton hingga 20 ton. Daun sebanyak itu dijual ke berbagai daerah di Indonesia. Ada tiga jenis daun janggelan yang dia pasarkan. Daun kualitas super dengan harga Rp 15.000-Rp 16.000 per kilogram (kg), daun dengan batang utuh Rp 13.000-Rp 14.000 per kg, dan daun berbentuk cacahan dengan harga Rp 12.000 per kg. "Omzet saya bisa mencapai Rp 200 juta-Rp 300 juta per bulan," ujar nur suhut. Laba bersih yang didapatnya sekitar 25% dari omzet. Awalnya, nur suhut hanya membantu mengelola kebun keluarga seluas 5.000 meter persegi yang ditanami janggelan. Sebelumnya, ia tak mengetahui tanaman ini dapat memberi untung besar. Kebetulan, sang kakak menyaksikan sebuah acara yang menampilkan pengusaha janggelan. Ia pun menyadari janggelan bisa dijadikan usaha yang menjanjikan. Sejak itu, nur suhut memasarkan hasil kebun keluarganya dan mulai menjadi pengepul bagi petani sekitar. Pemain lain adalah Suminah, yang beralamat di dukuh kopen rt 010 rw 002. Ia terjun ke bisnis ini sejak lima tahun lalu. Sama seperti nur suhut, selain pembudidaya, ia juga menjadi pengepul daun janggelan. Kebanyakan petani yang menjadi mitranya berada di Malang,surabaya, Jawa Timur. Selain di Jawa, ia juga memasarkan daun janggelan ke Sumatra. Setiap bulan, ia menjual minimal 1 ton janggelan dengan omzet Rp 17 juta per bulan. "Yang kami jual dan budidayakan hanya janggelan yang kualitas super," imbuhnya. Daun janggelan kualitas super ini dihargai Rp 17.000 per kg. ada sebagian janggelan hasil pertanian warga yang di produksi sendiri untuk di jadikan bahan minuman cincao hitam yang di pasarkan skala lokal.
SUPRIANTO (KAMITUWO)    AGUS SUSANTO, SE. (KEPALA DESA)    YULIATI (SEKRETARIS DESA)    ANANG MA'RUF (KAMITUWO TEMPLEK)    SAKAT (KAMITUWO)    SLAMET (KAMITUWO)    SUWARNO (KAUR KEUANGAN)    ZAINI (KAUR PERENCANAAN)    SAKAT (STAF)    CHOIRUL ANWARUDIN (KASI PELAYANAN)    GIYATNO (KASI KESEJAHTERAAN)    PURI WULANDARI (KAMITUWO)